Bogor, 05-02-2020. Sejak terdaftar sebagai peserta BPJS Kesehatan 2015
silam, saya belum pernah sekalipun merasakan manfaat dari Asuransi
Kesehatan yang dikelola oleh negara tersebut. Bukan karena saya tidak
pernah ke dokter atau rumah sakit (harapannya demikian agar saya dan
keluarga saya selalu sehat), namun secara kebetulan kantor tempat dimana
saya bekerja selain mendaftarkan saya sebagai peserta BPJS Kesehatan
juga menanggung jaminan kesehatan saya dan keluarga melalui asuransi
kesehatan (swasta) lain yang manfaat/benefitnya lebih baik daripada BPJS
Kesehatan.
Jika saya baca informasi melalui media televisi maupun opini-opini yang
berkembang di media sosial, layanan yang diberikan BPJS Kesehatan ini
memang banyak sekali keluhannya, belum lagi iurannya yang saat ini naik
100% per Januari 2020 dari sebelumnya, tentunya menambah pesertanya
semakin enggan dengan layanan yang diberikan oleh BPJS ini. Tapi jika
kita tidak terdaftar sebagai peserta BPJS tentu akan lebih beresiko
lagi, selain mendapatkan sanksi administratif berupa penghentian layanan
kependudukan (misalnya tidak bisa urus perpanjangan e-KTP, SIM, dll),
juga akan sangat memberatkan jika kita sakit dan membutuhkan pelayanan
kesehatan yang berkelanjutan karena harus membayar biaya sendiri.
Baiklah, kita sepakat bahwa BPJS Kesehatan saat ini memang sangat jauh
dari apa yang sebenarnya kita harapkan, namun sebagai warga negara yang
baik, kita harus tetap mengikuti semua ketentuan yang diberlakukan oleh
pemerintah saat ini dengan tetap mengkritisi dan memberikan masukan
kepada pihak-pihak yang berwenang mengenai BPJS Kesehatan ini. Toh tidak
semua warga negara diwajibkan membayar iuran BPJS Kesehatan. Bagi
mereka yang tergolong miskin atau keluarga tidak mampu diberikan
keringanan oleh pemerintah untuk tidak membayar iuran (iuran /premi tiap
bulannya dibayar oleh pemerintah) dengan menjadi peserta BPJS kategori
Penerima Bantuan Iuran (PBI) dengan konsekuensi jatah perawatan kelas
III (kelas terendah).
Pada artikel kali ini, saya coba share
pengalaman saya pertama kalinya menggunakan fasilitas BPJS kesehatan
yaitu periksa mata dan klaim kacamata.
Ceritanya begini, Bulan Juni 2019 yang lalu saya sebenarnya sudah
periksa ke dokter mata kemudian mendapatkan kaca mata baru dari sebuah
optik ternama di Kota Bogor. Semua ditanggung oleh asuransi dari kantor
saya. Harganya cukup lumayan, karena memang kualitasnya dan nyaman
digunakan sampai pada akhirnya kacamata saya tersebut hilang pada saat
perjalanan saya pulang dari tempat kerja saya di suatu daerah di Papua
Barat ke Bogor.
Karena sudah terbiasa menggunakan kacamata, dan sejak kacamata tersebut
hilang saya jadi tidak nyaman jika membaca buku atau email terlalu lama,
jika dipaksakan maka menimbulkan sakit kepala. Di sisi lain klaim
kacamata ke asuransi kantor saya belum genap 1 tahun sejak klaim
terahir, maka belum memungkinkan untuk klaim kacamata kembali. Sedangkan
saya sangat membutuhkan kacamata untuk alat bantu saya dalam bekerja
sehari-hari. Saya kemudian mencari referensi tentang cara bagaimana
untuk bisa mendapatkan fasilitas alat kesehatan berupa kacamata melalui
BPJS Kesehatan. Dari berbagai referensi tersebut ternyata cukup beragam
dan cenderung malah membingungkan. Ada yang menyebut bahwa klaim
kacamata BPJS Kesehatan hanya dicover frame nya saja (Baca:
Sekarang klaim kacamata BPJS hanya dapat frame tanpa lensa),
ada juga informasi yang menyampaikan bahwa Klaim kacamata bisa langsung
dari Faskes I ke Optik tanpa harus ke Fasilitas Kesehatan Lanjutan
terlebih dahulu (Baca:
BPJS uji coba layanan kacamata dari faskes pertama langsung ke optik).
Nah, daripada hanya membaca informasi yang membingungkan tersebut
akhirnya saya memutuskan untuk mencoba langsung bagaimana cara dan
prosedur menggunakan fasilitas BPJS Kesehatan yang sudah 5 tahun sebagai
peserta belum pernah memanfaatkan fasilitas yang menjadi hak saya
sebagai peserta.
Awalnya saya malas juga membayangkan antrean yang begitu panjang,
prosedur yang berjenjang melalui tahapan-tahapan, namun akhirnya saya
tetap mencoba dan berhasil mendapatkan manfaat klaim kacamata (tepatnya
sih subsidi/diskon kali ya? karena saya memilih kacamata yang harganya
di atas plafond yang ditetapkan oleh BPJS sesuai jatah kelas kepesertaan
saya).
Sebelum saya bagikan tips cara klaim kacamata ke BPJS Kesehatan,
terlebih dahulu kita ketahui prosedur klaim dan manfaat/fasilitas
maksimal yang dapat diklaim berikut ini;
Gambar : Ketentuan Klaim Kacamata BPJS Kesehatan
Harga Kacamata
Layanan BPJS Kesehatan ini dalam bentuk subsidi. Artinya jumlah dana
yang akan diberikan untuk pembelian kacamata disesuaikan dengan
ketentuan yang berlaku. Besaran subsidinya disesuaikan dengan kelas
kepesertaan yang dipilih oleh peserta yang bersangkutan.
a. Peserta kelas I sebesar Rp300.000
b. Peserta kelas II sebesar Rp200.000
c. Peserta kelas III sebesar Rp150.000
Waktu pembelian kacamata
Kacamata tidak bisa dibeli setiap waktu. Pembelian kacamata menggunakan
kartu BPJS Kesehatan hanya dapat dilakukan setiap 2 tahun sekali. Itu
artinya, jika ingin membeli kacamata lagi setelah menggunakan BPJS
Kesehatan, harus menunggu 2 tahun yang akan datang. Jika kurang dari 2
tahun, biayanya ditanggung sendiri.
Ukuran Lensa
Setiap orang memiliki tingkat masalah yang berbeda terhadap gangguan
pengelihatannya, baik itu rabun jauh maupun rabun dekat. BPJS Kesehatan
telah menetapkan aturan ukuran lensa yang ditanggung, yaitu:
a. Lensa spheris, minimal ukuran 0,5 dioptri
b. Lensa silindris, minimal 0,25 dioptri
TIPS KLAIM BIAYA KACAMATA BPJS KESEHATAN
1. Datang ke Faskes I terlebih dahulu
Sistem berobat yang digunakan dalam BPJS Kesehatan yaitu Sistem Rujukan
Berjenjang. kita harus datang ke Faskes I yang telah kita pilih terlebih
dahulu, setelah itu kita akan mendapatkan surat rujukan dari faskes I
tersebut ke dokter spesialis mata atau klinik terdekat yang telah
ditentukan.
Disini kita diberikan pilihan Faskes lanjutan oleh Faskes I.
Bagi kamu yang baru pertama kali melakukan registrasi ke Faskes I,
jangan lupa Fotocopy KTP dan Kartu BPJS masing-masing 2 lembar.
2. Kunjungi dokter spesialis mata
Setelah mendapatkan surat rujukan dari Faskes I, selanjutnya pergi ke
dokter spesialis mata atau klinik yang telah ditunjuk BPJS Kesehatan.
Pilihlah Faskes lanjutan yang terdekat dengan rumah/kator kita, agar
jika kita mendapatkan nomor urut yang paling buncit kita bisa menunggu
di rumah/di kantor sehingga tidak "bete" nungguin. Di tahap ini, kita
dapat melakukan pemeriksaan mata dan juga meminta resep untuk membeli
kacamata.
3. Melegalisir resep dokter
Setelah dokter memberikan resep kacamata, jangan sampai lupa untuk
melegalisir resep tersebut agar bisa digunakan. Ini bisa dilakukan
dengan cara mendatangi loket BPJS Kesehatan terdekat (biasanya tersedia
di bagian registrasi Rumah Sakit) dan meminta legalisir (tanda cap)
untuk resep itu kepada petugas di sana.
4. Datangi toko optik terdekat
Jika telah mendapatkan resep yang dilegalisir, kita bisa lanjut pergi ke toko optik terdekat.
Pilih toko optik yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan. Setelah itu,
lakukan pembelian kacamata yang dibutuhkan. Dalam pembelian kacamata
kita diwajibkan membawa fotokopi dan data asli KTP dan kartu BPJS
Kesehatan.
Ingat ya, kita harus tau jatah kita di kelas berapa, ini untuk
mengetahui jumlah subsidi atau biaya yang ditanggung oleh BPJS
Kesehatan. Jika harga kacamata yang akan kita beli di atas jumlah biaya
yang ditanggung oleh BPJS Kesehatan, maka kita harus siap-siap membayar
selisihnya, atau jika dimungkinkan kita mempunyai jatah palfond kacamata
pada asuransi lain bisa saja diklaim ke asuransi tersebut asal ada
bukti pembayaran asli yang biasa diminta oleh pihak asuransi sebagai
syarat pengajuan klaim.
Demikian Tips dari saya, semoga bermanfaat.
sumber : https://www.ilmuhrd.com