Tuesday, September 24, 2019
Cupang oh Cupang
Cupang, kusebut begitu. ikan ini terbilang ikan hias yang memiliki badan nan mungil dan indah. tapi tak seindah istriku dirumah, hehehe.
dirumah, dikantor kupelihara dirimu oh cupang. menurutku, ikan jenis ini sangat menghibur jikalau penat habis aktifitas. ketika mata terpana melihatnya, pikiranpun kembali segar laksana perut dihajar dengan rendang padang.
dirumah, dikantor kupelihara dirimu oh cupang. menurutku, ikan jenis ini sangat menghibur jikalau penat habis aktifitas. ketika mata terpana melihatnya, pikiranpun kembali segar laksana perut dihajar dengan rendang padang.
MALAS Melanda
Lelah sementara, ah masa iya, gumamku. Kakipun melangkah menuju kamar mandi yang hanya berukuran 2 kali 2 meter. Lampunyapun adem ayem laksana malam di tempat togkrongan anak muda. Dua menit kemudian akupun Keluar dari kamar mandi langsung menuju kamar yang berwara pink laksana kamar wanita tulen tuk berganti pakaian resmi. Jampun menunjukan pukul 07.35 wib. Wah sepertinya aku telat akan tiba dikantor hari ini. Lanjutku sambil menuju parkiran motor yang ada di lantai satu. Dugaanku benar kalau hari ini aku akan telat tiba di kantor yang berwarna kuning. Kantor ini lucu, gimana tidak ku bilang lucu, perusahaan besar namun kantor terbuat dari sisa-sisa container yang disusun rapi laksana Gedung bintang lima. sampaipun aku di ruangan yang masih sepi, aneh... ko belum pada datang. kira aku sendiri yang telat hari ini.
Tobe continue……………………..
Khilafah Vatican, Khilafah USA, Khilafah PRC
01 pecah kongsi.
MS dan BG merangkul PS, mencoba menyingkirkan W, LBP, AMH, Moel, GM (4 jenderal yg mengelilingi JW).
Nasdem dan Golkar berusaha mengamankan posisi. Airlangga dan Bamsoet menawarkan Golkar cantelan ke masing2 majikan.
TNI Polri sementara bersiap menunggu...
-----------
Bagi 3 Khilafah utama itu, umat Islam yg mayoritas di NKRI tetap paling menentukan.
Jatuhnya Ahok, karena gerakan umat Islam. Maka umat Islam harus dipecah.
Yg satu pihak disudutkan sebagai radikalis, intoleran, anti-Pancasila, anti-Kebhinekaan, anti-NKRI.
Yg satu lagi dibakar dgn isu bahaya Wahabi dan HTI sehingga menjadi ultra-nasionalis buta.
-------
Kecurangan Pemilu nampak jelas di mana-mana. Kemenangan "konyol" bisa diraih dari KPU dan MK, tetapi tetap tidak bisa menyempurnakan kekuasaan yg diperoleh.
Yg dikalahkan punya dukungan solid, sementara dusta dan kedunguan Baginda Raja Boneka semakin marak terbongkar.
------
Padamnya listrik se-Jawa itu bagian dari tawar menawar.
Juga krisis Papua, yg berlanjut hingga sekarang.
Karhutla tak boleh dipadamkan, bantuan pemadaman dari Malaysia dan Gub DKI Jakarta ditolak.
Siapa yg memainkan semua itu?
Sekarang mahasiswa digerakkan. Siapa yg menggerakkan mahasiswa?
Islam Radikalis? Kubu 212? Tokoh2 mrk sudah berantakan, gak punya lagi grip yg kuat ke bawah.
Islam Ultra-Nasionalis juga diam. Tahu diri atas prestasi, juga pasokan logistik tak sesuai janji. Barisan di belakang juga lagi berantakan.
------
Banyak upah bayaran dukungan Pilpres kemarin yg gak turun sesuai janji.
Sebagian yg turun juga gak adil pembagiannya. Bocorrrr....
-----
Wahai umat Islam Indonesia, mau berapa kali lagi kalian dibodohi?
Wahai para Ulama Islam, masih belum kapok kalian dijadikan alat permainan?
Loyalitas tertinggi hanya untuk Allah...!!!
Qalbu-qalbu yg jernih akan dibimbing oleh cahaya Allah...!!!
----
Kontes politik di panggung demokrasi sdh selesai.
Sekarang kontes licik di jalanan sedang berjalan.
Masing2 aktor politik sedang menunjukkan keahlian dan kekuatan.
Oligarki sedang menunggu, siap mendukung siapa saja yg menang.
Umat Islam yg mayoritas di NKRI itu? Mudah dikembalikan, selama ulamanya masih doyan duit dan sanjungan...
Dijadikan tukang dorong mobil mogok, yg setelah mobil jalan mereka dilemparin recehan, mau kok... karena ada ulamanya yg ngajarin begitu...
Monday, August 19, 2019
EMBUN SEPANJANG HARI
PENJUAL MADU
Orang-orang datang berebut untuk membelinya.
Terjadilah antrean panjang di toko pedagang madu.
Tibalah giliran seorang Wanita Tua miskin, dengan tangan
gemetar ia menyodorkan gelas yang dibawanya kepada si pedagang madu dan
berkata,
WANITA TUA : Aku tidak MAMPU membeli madumu, sudikà h
engkau BERSEDEKAH untukku dengan segelas madu saja.
PEDAGANG MADU : Tidak, aku tidak bisa memberimu
SEGELAS madu.
Tetapi kemudian Pedagang madu itu menyuruh pembantunya untuk
membawa SETOPLES BESAR madu dan mengantarkan-nya ke rumah Wanita Tua itu.
Wanita Tua menerima-nya dengan mata TERBELALAK karena tidak
percaya apa yang telah terjadi.
Air mata BAHAGIA mengalir deras di pipi keriput-nya.
Seorang laki-laki pembeli yang tadinya antre di belakang
Wanita Tua bertanya pada si pedagang madu,
SEORANG LAKI2 : Tuan, yang diminta wanita itu cuma
SEGELAS madu, mengapa engkau malah memberinya SETOPLES madu...?
PEDAGANG MADU : Ia meminta Sesuai dengan kebutuhan-nya,
sedangkan aku memberi
Sesuai kemampuan-ku.
Aku mengerjakan itu karena begitulah keadaanku dihadapan
Tuhanku selama ini.
Setiap kali aku meminta kepada-NYA apa yang kuinginkan, Ia
selalu memberiku berdasarkan keinginan-NYA.
Dan pemberian-NYA bukan SEKADAR CUKUP, melainkan selalu
LEBIH DARI CUKUP.
ALLAH akan MENCURAHKAN berkat sesuai dengan KAPASITAS
kemampuanNYA.
Dan kita akan MENERIMA melebihi KEBUTUHAN kita.
Friday, August 2, 2019
Pleci........
Pleci oh pleci, enak buat dilihat. hidupmu seakan tak ada beban. bulumu yang rapi nan menawan enak untuk dipandang. lelahku melewati setengah hari ku jalani terasa hilang jika sudah menatapmu. sungguh indah ciptaan tuhan yang satu ini.. pleci oh pleci.
Isu "Gaji 8Jt" Anak Jaman "NOW"
Sumber @Google.com |
Agustus 2, 2019 13.20 WIB
Jagat maya Indonesia
baru-baru ini dihebohkan kisah seorang lulusan universitas ternama yang tidak
puas ditawari gaji Rp 8 juta saat wawancara kerja. Walaupun tak jelas kebenaran
sumbernya, kisah itu viral dan mencatat angka lebih dari 5.000 penelusuran di
Google per 26 Juli 2019, sekaligus menenggelamkan berita tentang turunnya
ambang batas Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP).
Rencana pemerintah untuk
memajaki pekerja berpenghasilan di bawah Rp 4,5 juta per bulan seharusnya lebih
menyedot perhatian karena berdampak pada kelompok pekerja dengan bayaran
minimalis (sesuai Upah Minimum Regional).
Menurut kami, tanggapan
masyarakat yang begitu besar ini hanyalah puncak dari gunung es permasalahan
ketenagakerjaan di Indonesia.
Masalah ini utamanya terkait
ketiadaan otoritas independen yang mengatur mekanisme standar gaji dan iklim
ketenagakerjaan yang sangat berorientasi pada pasar.
Standar gaji
Menyimak komentar-komentar di
media sosial, tampak bahwa gaji merupakan wacana yang sensitif, tabu, dan patut
dirahasiakan di Indonesia.
Pemahaman soal gaji tidak
dapat dilepaskan dari konteks tingginya pengangguran dan elemen budaya yang
kental, seperti soal arogansi dan konsep bersyukur. Budaya orang Indonesia
(baca: Jawa) yang kental dengan sikap nrimo nampaknya berperan signifikan dalam
hal ini.
Di saat yang sama, sedikit
sekali informasi publik yang bisa diakses terkait gaji pekerja. Data yang
tersedia hanya dari Biro Pusat Statistik atau data riset universitas yang
menampilkan rerata gaji pekerja. Data-data ini sayangnya tidak memisahkan
antara jenis pekerjaan yang beragam berikut tingkat keahlian maupun pengalaman.
Sebetulnya, ada sumber data
lain dari perusahaan swasta penyedia jasa pengelolaan pekerja seperti Kelly
Services yang berbasis di Singapura atau Robert Walters yang berbasis di
Inggris yang memiliki acuan gaji pekerja Indonesia untuk berbagai jenis
pekerjaan di beberapa sektor.
Namun demikian, data-data
diatas tidaklah ideal untuk dijadikan panduan untuk menentukan gaji pekerja
karena ia merupakan data survei yang tidak mengenal konsep kelayakan dari sisi
pekerja dan tidak memiliki kekuatan dari segi hukum.
Di negara maju seperti
Australia, standar gaji pekerja berlaku lintas pekerjaan dan lintas industri
serta ditetapkan lewat standar nasional yaitu National Employment Standards
(Standar Pekerjaan Nasional). Standar ini berisi sepuluh poin yang memuat di
antaranya jumlah jam kerja maksimal per minggu, dan ketentuan tentang cuti dan
pemecatan. Di sana, gaji seorang teknisi komputer di rumah sakit, misalnya,
akan berada di rentang yang sama dengan gaji posisi serupa di perusahaan
otomotif. Selain itu, Australia juga memiliki sistem enterprise agreement atau
perjanjian perusahaan yang mirip dengan mekanisme Perjanjian Kerja Bersama di
Indonesia. Ini semua diatur lewat panduan yang dikeluarkan oleh Fair Work
Commission (Komisi Kesetaraan Kerja), sebuah lembaga independen yang
menjembatani kepentingan pekerja dan pemberi kerja, dan memiliki peranan
sentral dalam melindungi hak-hak pekerja.
Ketiadaan standar yang
spesifik dan otoritas yang dapat diandalkan inilah yang membuat praktik
ketenagakerjaan di Indonesia masih jauh dari ideal. Selain itu, pandangan
masyarakat bahwa mempersoalkan gaji bertentangan dengan nilai-nilai bersyukur,
nrimo, dan empati terhadap sekitar, menurut kami, juga menjadi tantangan
tercapainya keadilan dan kesetaraan antara pekerja dan pemberi kerja.
Tidak heran, banyak praktik
ketenagakerjaan yang masih jauh dari ideal, misalnya saja soal status
kepegawaian yang rentan manipulasi, gaji tidak dibayar, hingga fakta bahwa
pekerja Indonesia hanya digaji 12 kali dalam setahun sementara di negara maju
sekurangnya 13 hingga 26 kali (mekanisme gaji dua mingguan).
Orientasi pasar
Ketiadaan standar ini menurut
kami diperparah dengan kuatnya roh neoliberalisme dalam iklim ketenagakerjaan
kita yang menekankan pada kemampuan individu untuk “bersaing” lewat mekanisme
pasar yang minim intervensi pemerintah. Keberadaan standar yang berkekuatan
hukum tentu tidak diperlukan jika mekanisme pasarlah yang menentukan segalanya.
Tak sedikit pengguna media
sosial dan juga pakar yang berkomentar bahwa gaji lebih erat kaitannya dengan
keahlian yang dimiliki pekerja.
Dari penelusuran kami, kata
kunci yang banyak disebut adalah “skill” (kemampuan), “kompetensi”,
“kapasitas”, dan “kontribusi untuk perusahaan”.
Hal ini seirama dengan konsep
pendidikan yang memperlakukan perguruan tinggi layaknya mesin pencetak robot
yang memiliki kemahiran dan daya saing yang tinggi untuk melayani kepentingan
bisnis, tetapi tidak punya sifat-sifat humanis dan tidak peka terhadap isu
ketidakadilan di tempat kerja dan kesenjangan sosial di masyarakat.
Pendidikan neoliberal sangat
menjunjung tinggi kompetisi antarindividu dan
meminggirkan solidaritas sosial dan empati–karakter sosial yang justru
masih tinggi di masyarakat negara-negara dunia ketiga.
Ini diperburuk pula oleh
logika human capital (modal manusia) perusahaan yang membedakan antara pekerja
unggul dan tidak unggul hanya dalam meraih laba dan cenderung mengabaikan
kesejahteraan pekerja.
Konsep ini menegaskan bahwa
besaran gaji pekerja merupakan tanggung jawab individu, agar mereka bisa
menunjukkan “kualitas” dirinya.
Sementara, di antara para
pakar yang bersuara di media arus utama belum ada yang mengungkit persoalan
ketiadaan standar penggajian nasional selain lewat Upah Minimum Kabupaten/Kota
dan Upah Minimum Provinsi.
Langkah ke depan
Menurut kami, yang pertama
perlu dilakukan adalah membentuk otoritas independen yang menyusun standar gaji
nasional yang spesifik, sekaligus menjadi mediator antara pihak pekerja dan
pemberi kerja di Indonesia.
Penentuan gaji pekerja perlu
diatur dengan mempertimbangkan apa saja hak-hak pekerja, termasuk besaran
minimum yang menjamin kelayakan hidupnya, berdasarkan standar sosial yang terus
berubah–yang sering disebut sebagai living wage atau upah hidup layak.
Dengan adanya standar gaji
nasional yang mencakup beragam jenis pekerjaan, para pekerja memiliki landasan
ketika menuntut jumlah gaji di tertentu.
Nantinya, persoalan gaji tak
lagi hal tabu. Di belahan dunia lain, pekerja justru didorong untuk meminta
kenaikan gaji. Ini sejalan dengan pendapat ahli bahwa pertumbuhan gaji
berdampak positif untuk perekonomian. Barangkali, sifat-sifat pekerja milenial
yang penuh percaya diri akan berkontribusi positif pada upaya ini.
Kedua, para pakar dan
praktisi lintas bidang perlu memberikan saran produktif untuk perbaikan kelas
pekerja di Indonesia dan tidak larut dalam pembentukan opini oleh media yang
cenderung melindungi kepentingan bisnis demi pemasukan.
Ada satu hikmah dari kisah
8-juta-rupiah ini, yaitu desakan pada pemerintah untuk membuat standarisasi
gaji para pekerja yang komprehensif dan menyediakan mekanisme yang lebih kuat
dalam melindungi hak-hak pekerja.
Agar persoalan yang kini
nampak tabu dan gaib dapat samar-samar tersingkap, kemudian nyata di masa
depan.
#nyesek….
#sumber HR WAGroup Jaktim
Subscribe to:
Posts (Atom)
CARA MENAMPILKAN FORMAT TANGGAL DI MAIL MERGE MS WORD
Anda pernah menggunakan mail merge dalam pengetikan undangan atau apa saja yang menggunakan fasilitas mail merge? Jika belum silakan pelaj...
-
Anda pernah menggunakan mail merge dalam pengetikan undangan atau apa saja yang menggunakan fasilitas mail merge? Jika belum silakan pelaj...
-
PENJUAL MADU Suatu ketika mobil pengangkut madu tiba di sebuah toko... Orang-orang datang berebut untuk membelinya. Terjadilah ...
-
Cupang, kusebut begitu. ikan ini terbilang ikan hias yang memiliki badan nan mungil dan indah. tapi tak seindah istriku dirumah, hehehe. ...